Rabu, 22 Juni 2011

Lets Pray

Aku memohon agar Kau pilihkan mana yang baik menurutMu,,,dan aku memohon Kau beri kepastian atas ketentuanMu dan aku memohon dengan kemurahanMu yang Agung,,,karena sesungguhnya Kaulah yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang masih tersembunyi,,,Jika ia baik bagiku, agamaku, kehidupanku, dan baik pula akibatnya bagiku, maka dekatkanlah aku dengannya, dan mudahkanlah bagiku, kemudian berikanlah keberkahan bagiku di dalamnya,,,Namun jika Kau mengetahui bahwa ia tak baik bagiku, agamaku, kehidupanku, dan tidak baik akibatnya bagiku, maka jauhkanlah aku darinya dan jauhkanlah ia dariku,,,seperti jauhnya timur dan barat,,,dan berikan kebaikan dimana saja aku berada, kemudian berikanlah aku kerelaan atasnya,,,

Teknik Pengolahan Limbah Cair (Pengolahan Sekunder)

Pengolahan sekunder disebut juga pengolahan biologis karena melibatkan aksi beberapa mikroba yang ada pada limbah ataupun penambahan beberapa mikroba ke dalam sistem tersebut.
Adapun reactor yang digunakan adalah sebagai berikut :

A. Lumpur Aktif (Activated Sludge Process)
Pengolahan limbah dengan sistem lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh Ardern dan Lockett, dan dinamakan lumpur aktif karena prosesnya melibatkan massa mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik. Istilah lumpur aktif diterapkan baik pada proses maupun padatan biologis di dalam unit pengolahan.



                                                          Gambar 1. Proses Lumpur Aktif
Cara kerja :
  1. Setelah dilakukan penyaringan dan equalisasi, air limbah dimasukkan kedalam bak pengendap awal untuk menurunkan suspended solid.
  2. Limbah cair dimasukkan ke dalam tangki aerasi di mana terjadi pencampuran dengan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif). Mikroorganisme inilah yang melakukan penguraian dan menghilangkan kandungan organik dari limbah secara aerobik. Oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara memasukkan udara ke dalam tangki aerasi dengan blower.Aerasi ini juga berfungsi untuk mencampur limbah cair dengan lumpur aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.
  3. Campuran limbah cair yang sudah diolah dan lumpur aktif dimasukkan ke tangki sedimentasi di mana lumpur aktif diendapkan, sedangkan supernatant dikeluarkan sebagai effluen dari proses.
  4. Sebagian besar lumpur aktif yang diendapkan di tangki sedimentasi tersebut dikembalikan ke tangki aerasi sebagai return sludge supaya konsentrasi mikroorganisme dalam tangki aerasinya tetap sama dan sisanya dikeluarkan sebagai excess sludge.
Kelebihan :
  • daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar
  • efisiensi proses lebih tinggi
  • cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk polutan organik yang susah terdegradasi
Kekurangan :
  •  Areal instalasi luas, sehingga membutuhkan dana investasi cukup besar, akibatnya pemanfaatan teknologi lumpur aktif menjadi tidak efisien di Indonesia.
  • Proses operasional yang rumit mengingat proses lumpur aktif memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu dan bulking control proses endapan.
  • Membutuhkan energi yang besar
  • Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba dalam reactor
  • Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.

B. Lagun Aerasi
Lagun Aerasi merupakan unit penanganan biologic dimana kebutuhan oksigen dipenuhi dengan peralatan aerasi mekanik. Suplai oksigen secara kontinyu mendukung lagun aerasi untuk menangani air limbah per unit volume per hari.
Lagun adalah sebuah kolam yang dilengkapai dengan aerator, sistem lagun mirip dengan kolam oksidasi. Lagoon adalah sejenis kolam tertentu dengan ukuran yang luas dan mampu menampung limbah cair dalam volume besar juga karena terjadinya proses oksidasi alamiah dan fotosintesa algae.




                                                      Gambar 2. Lagun Aerasi

Cara Kerja :
Lagun aerasi mempunyai proses kera yang hampir sama dengan proses kerja lumpur aktif, bedanya adalah dalam hal pengembalian lumpur. Pada Lagun aerasi lumpur tidak dikembalikan. Aerator langsung beroprasi di atas permukaan Lagun dan menggoncang seluruh permukaan limbah agar dapat tercampur merata antara udara dan limbah. Mikroorganisme memanfaatkan limbah sebagai sumber energi. Yang penting disini adalah berapa kilogram oksigen dapat ditransfer untuk kebutuhan kolam.
Kelebihan :
  • Biaya pemeliharaan rendah
  • Effluent yang dihasilkan baik
  • Biaya instalasi awal rendah
  • Tidak menimbulkan bau
Kekurangan :
  • Masih membutuhkan lahan yang luas, walaupun lebih kecil jika dibandingkan dengan kolam oksidasi
  • Membutuhkan energi yang besar, karena disamping untuk suplai oksigen juga untuk pengadukan secara sempurna, khususnya yang aerobic penuh.

C. Oxidation Ditch (Parit Oksidasi)
Oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk mengolah air limbah dengan memanfaatkan oksigen (kondisi aerob).
Kolam oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah mengalami proses pendahuluan. Fungsi utamanya adalah untuk penurunan kandungan bakteri yang ada dalam air limbah setelah pengolahan.

                                                   Gambar 3. Proses Oxidation Ditch

Cara Kerja
    1. Air limbah diskrin dulu dengan coarse screen dan dikominusi dengan comminutor agar ranting dan sampah menjadi berukuran kecil dan dapat disisihkan.
    2. Setelah itu air limbah dialirkan ke dalam grit chamber untuk menyisihkan pasirnya.
    3. Tahap selanjutnya adalah primary settling tank yang berfungsi mengendapkan partikel yang lolos dari grit chamber. Efluen settling tank ini selanjutnya masuk ke parit oksidasi. Pada setiap unitnya, air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi) otomatis ketika kembali mengalir melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa mencapai nilai 20 s.d 30 sehingga nyaris teraduk sempurna meskipun bentuk baknya mendukung aliran plug flow, yakni hanya teraduk pada arah radial saja dengan aliran yang searah (unidirectional). Influennya serta merta bercampur dengan air limbah yang sudah dioksigenasi dan mengalami fase kekurangan oksigen. Pengulangan ini berlangsung terus-menerus selama pengoperasian parit oksidasi.

    Kelebihan :
    • Biaya rendah

    Kekurangan :
    • Membutuhkan lahan yang luas
    • Efisiensi penurunan zat organik sangat terbatas, (influen + 200 mg/lt BOD, efluen + 50 mg/l BOD) dan masih mengandung zat padat tersuspensi yang tinggi dari adanya algae (100 – 200 mg/l).
    • Efisiensi tidak stabil (menurun pada malam hari) karena proses photosyntesa terhenti.

    D. Rotating Biological Contactors (RBC)
    Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses perngolahan air limbah secara biologis yang terdiri atas didsc melingkar yang diputar oleh poros dengan kecepatan tertentu. Unit pengolahan ini berotasi dengan pusat pada sumbu atau as yang digerakkan oleh motor drive system dari diffuser yang dibenam dalam air limbah, dibawah media.


                                                Gambar 4. Rotating Biological Contactor
    Cara Kerja :
    Mekanisme aerasi terjadi ketika mikroba terpapar oksigen di luar air limbah sehingga terjadi pelarutan oksigen akibat difusi. Sesaat kemudian, mikroba ini tercelup lagi ke dalam air limbah sekaligus memberikan oksigen kepada mikroba yang tersuspensi di dalam bak. Bersamaan dengan itu terjadi juga reintake material organik dan anorganik yang merekat didalam biofilm. Tetesan air berbutir-butir yang jatuh dari media plastik dan bagian biofilm yang merekat dipermukaan plastik juga memberikan peluang reaerasi. Begitu seterusnya secara kontinyu 24jam sehari, ada yang bagian terendam, ada bagian yang terpapar oksigen.
    Kelebihan :
    • Mudah dioperasikan,
    • Mudah dalam perawatan
    • Tidak membutuhkan banyak lahan
    • Beberapa variasi parameter dapat di kontrol seperti kecepatan putaran disc, resirkulasi, dan waktu detensi.
    Kekurangan :
    • Kerusakan pada materialnya seoerti as, coupling, bearing, rantai, gear box, motor listrik, dll.
    • Biaya kapital dan pemasangan mahal
    • Biaya investasi mahal jika debit airnya besar.

    E. Trickling Filter (Saringan Menetes)
    Trickling Filter merupakan salah satu aplikasi pengolahan air limbah dengan memanfaatkan teknologi Biofilm. Trickling filter ini terdiri dari suatu bak dengan media fermiabel untuk pertumbuhan organisme yang tersusun oleh materi lapisan yang kasar, keras, tajam dan kedap air.
    Kegunaannya adalah untuk mengolah air limbah dengan dengan mekanisme air yang jatuh mengalir perlahan-lahan melalui melalui lapisan batu untuk kemudian tersaring.


                                                     Gambar 5. Metode Trickling Filter
    Cara Kerja :
    1. Air limbah dialirkan ke bak pengendapan awal untuk mengendapakan padatan tersuspensi
    2. Selanjutnya Air limbah dialirkan ke bak Trickling Filter melalui pipa berlubang yang berputar, kemudian keluar melalui pipa under-drain yang ada didasar bak dan keluar melalui saluran efluen.
    3. Air limbah dialirkan ke bak pengendapan akhir dan limpasan dari bak pengendapan akhir merupakan air olahan.
    4. Lumpur yang mengendap selanjutnya disirkulasikan ke inlet bak pengendapan awal
    Kelebihan :
    • Tidak membutuhkan lahan yang luas
    • Operator tidak perlu terampil
    Kekurangan :
    • Sering timbul lalat dan bau yang timbul dari reaktor, karena suplai oksigen tidak merata
    • Sering terjadi pengelupasan biofilm
    • Timbul sumbatan
    • Hanya untuk mengolah limbah encer dengan beban BOD rendah

    Selasa, 21 Juni 2011

    Aku Rindu

    Merindu kian menghampiriku,,,
    Berharap ada pelangi mewarnai dan memberi cahaya di dalam lukisan hatiku,,,
    Terangi warna indah dengan setia,,,
    Basuh lukaku,,,
    Aku merindumu seperti ku menanti tetesan pertama air hujan yang jatuh ke tanah,,,
    Basahi dan dinginkan api hatiku yang terbakar kecewa,,,

    Kementrian Perindustrian RI_Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta

    Jenis Perguruan Tinggi : Kedinasan

    Alamat
    Kampus I :
    Jl. ATEKA, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
    Kampus II :
    Jl. Ringroad Selatan, Dusun Glugo, Panggungharjo, Sewon, Bantul Yogyakarta

    Profil ATK YOGYAKARTA
    Akademi Teknologi Kulit (ATK) Yogyakarta berada dibawah pengelolaan Departemen
    Perindustrian, merupakan Lembaga Perguruan Tinggi Kedinasan yang menyelenggarakan
    Program Diploma Tiga (D.III) bidang Teknologi Kulit. Pembinaan lebih lanjut terhadap Akademi Teknologi Kulit dilimpahkan pada Perguruan Tinggi Pembina setempat yaitu Univeritas Gajah Mada Yogyakarta. (http://www.jogjasecure.com/v2/klien.pdf)

    Pada tahun 1954 Departemen Perindustrian menyelenggarakan Kursus Perkulitan yang di sebut Kursus C, merupakan Kursus Lanjut setingkat Akademi. Tujuan Pendidikan/Kursus ini semula hanya untuk memenuhi tenaga teknis dalam menunjang kegiatan Balai Penelitian Kulit, disamping untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis Industri Perkulitan di bawah pengelolaan Pemerintah dan Swasta yang dikoordinir oleh Pemerintah sebagai sarana penyuluhan.
    Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Rakyat Nomor. 489/TU tanggal 15 Januari 1959, Kursus C kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Kulit Tinggi (SKT), yang berkedudukan di Jl. Sukonandi No. 3 Yogyakarta, menjadi satu dengan Balai Penelitian Kulit.
    Ijasah Sekolah Kulit Tinggi setingkat dengan Ijasah Akademik, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Rakyat No. 193 /PMR/64 tanggal 22 April 1964.
    Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PNPR Nupiksa Yasa Nomor : 579/1.2/N.Y, tanggal 27 Maret 1962, maka sejak 1 September 1958 Sekolah Tinggi Kulit di ubah statusnya menjadi Akademi, dengan nama : Akademi Kulit. Perubahan ini berdasarkan pada tuntutan adanya Pendidikan setingkat Akademi yang mampu mencetak kader bidang perkulitan/teknologi kulit, untuk meningkatkan kualitas industri Perkulitan untuk keperluan ekspor.

    Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PNPR Nupiksa Yasa Nomor : 36/4.3.1/NY/1967 tanggal 15 Pebruari 1967, nama Akademi Kulit diubah menjadi Akademi Teknologi Kulit, dan selanjutnya dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 311/M/SK/8/1976 tanggal 6 Agustus 1976, kepada mahasiswa ATK yang telah lulus diberikan ijasah Sarjana Muda bidang Teknologi Kulit dan berhak memakai gelar B.Sc.
    Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 1974, maka pembinaan dan pengembangan aspek Akademi dari semua pendidikan formal di Indonesia merupakan tugas, tanggung jawab, dan wewenang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

    Atas dasar Kepres 15 Tahun 1974 tersebut diatas, kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Bersama antara Menteri Perindustrian dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No : 276/M/SK/VI/1981 0187/0/1981 tanggal 6 Juni 1981, tentang Penetapan Akademi Teknologi Kulit yang berada dibawah pengelolaan Departemen Perindustrian, merupakan Lembaga Perguruan Tinggi Kedinasan yang menyelenggarakan Program Diploma Tiga (D.III) bidang Teknologi Kulit. Pembinaan lebih lanjut terhadap Akademi Teknologi Kulit dilimpahkan pada Perguruan Tinggi Pembina setempat yaitu Univeritas Gajah Mada Yogyakarta.
    Sampai dengan tahun Akademik 1998/1999 Akademi Teknologi Kulit mempunyai 3 (tiga) Jurusan/Program Studi, yaitu:

    1. Teknologi Bahan Kulit, Karet dan Plastik
    2. Teknologi Pengolahan Kulit
    3. Teknologi Barang Jadi

    Namun sesuai dengan Kebijakan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, melalui pengarahan dari Kepala Pusbinlat Departemen Perindustrian dan Perdagangan, maka pada tahun Kuliah 1999/2000 ATK kembali ke "Core Education" semula yaitu peninjauan kembali jurusan, penyempurnaan kurikulum serta menetapkan bahwa mulai tahun akademik 1999/2000, Akademi Teknologi Kulit memiliki 2(dua) Jurusan/Program Studi, yaitu:

    1. Teknologi Proses Pengolahan Kulit
    2. Desain dan Teknologi Sepatu/Produk Kulit

    Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, maka mahasiswa yang telah lulus pendidikan di ATK berhak mendapat sebutan Ahli Madya Teknologi Kulit (A.Md TK).

    Kemudian menjawab kebutuhan spesifikasi unggulan yang akan menentukan kualitas lulusan, mulai tahun 2004 diterapkan Kurikulum Baru Berbasis Kopetensi yang mengacu pada Keputusan Mendiknas Nomor: 232/U/2000 dan 045/U/2002, serta untuk memenuhi kebutuhan industri dilakukan perubahan dan pengembangan program studi menjadi empat (4), yaitu :

    1. Teknologi Bahan Kulit, Karet dan Plastik
    2. Teknologi Pengolahan Kulit
    3. Desain dan Teknologi Sepatu
    4. Desain dan Teknologi Produk Kulit
    http://www.atk.ac.id/